11.
Pengertian
Birrul Walidain
Al Birr yaitu kebaikan, berdasarkan sabda Rasulullah SAW. : “Al
Birr adalah baiknya akhlaq“. (HR. Muslim). Birrul
Walidain بِرِّ الْوَالِدَيْنِ merupakan kebaikan-kebaikan yang dipersembahkan oleh seorang anak
kepada kedua orang tuanya, kebaikan tersebut mencakup dzahiran
wa batinan dan hal tersebut didorong oleh nilai-nilai fitrah manusia
meskipun mereka tidak beriman. Manakala wajibatul walid (kewajiban
orang tua) adalah untuk mempersiapkan anak-anaknya agar dapat berbakti
kepadanya seperti sabda Nabi SAW., “Allah merahmati orang tua yang
menolong anaknya untuk boleh berbakti kepadanya”.
Berbuat baik
terhadap orang tua (birrul walidain) adalah memberi kebaikan atau berkhidmat
kepada keduanya serta mentaati perintahnya (kecuali yang ma’siat) dan
mendoa’kannya apabila keduanya telah wafat. Ibu dan Bapak sebagai orang tua
sudah selayaknya mendapatkan kebaikan dan penghormatan dari anaknya. Islam
sangat perhatian mengenai masalah ini, sebagaimana sangat jelas ditegaskan
dalam firman Allah yang berbunyi:“Dan Kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) terhadap kedua orang tuanya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah, bahkan menyusukan pula selama
kurang lebih 2 tahun. Maka dari itu bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua
orang tuamu, hanya kepada-Ku sajalah tempat kamu kembali”
Sedangkan ‘Uquud
Walidain عُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ bermaksud durhaka
terhadap mereka dan tidak berbuat baik kepadanya.Berkata Imam Al Qurtubi –
mudah-mudahan Allah merahmatinya -: “Termasuk ‘Uquuq (durhaka) kepada orang
tua adalah menyelisihi/ menentang keinginan-keinginan mereka dari
(perkara-perkara) yang mubah, sebagaimana Al Birr (berbakti) kepada keduanya
adalah memenuhi apa yang menjadi keinginan mereka. Oleh karena itu, apabila
salah satu atau keduanya memerintahkan sesuatu, wajib engkau mentaatinya selama
hal itu bukan perkara maksiat, walaupun apa yang mereka perintahkan bukan
perkara wajib tapi mubah pada asalnya, demikian pula apabila apa yang mereka
perintahkan adalah perkara yang mandub (disukai/ disunnahkan).”Berkata
Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah – mudah-mudahan Allah merahmatinya -: Berkata Abu
Bakr di dalam kitab Zaadul Musaafir “Barangsiapa yang menyebabkan kedua
orang tuanya marah dan menangis, maka dia harus mengembalikan keduanya agar dia
bisa tertawa (senang) kembali“.
2. Dalil al-Qur’an dan hadist
Para Ulama’
Islam sepakat bahwa hukum berbuat baik (berbakti) pada kedua orang tua hukumnya
adalah wajib selain terhadap perkara yang haram.
Syari’at Islam meletakkan kewajiban birrul
walidain menempati ranking ke-dua setelah beribadah kepada Allah SWT. dengan
mengesakan-Nya. Dalil-dalil Shahih dan Sharih (jelas) banyak sekali,
diantaranya terdapat tiga ayat yang menunjukkan kewajiban yag khusus untuk
berbuat baik kepada kedua orang tua:
وَٱعۡبُدُواْ
ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡـًٔ۬اۖ وَبِٱلۡوَٲلِدَيۡنِ إِحۡسَـٰنً۬ا
“Dan hendaklah kamu beribadat kepada Allah
dan janganlah kamu sekutukan Dia dengan sesuatu apa jua dan hendaklah kamu
berbuat baik kepada kedua ibu bapa“. (QS. An Nisa’ : 36).
وَقَضَىٰ
رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٲلِدَيۡنِ إِحۡسَـٰنًاۚ
إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡڪِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل
لَّهُمَآ أُفٍّ۬ وَلَا تَنۡہَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلاً۬ ڪَرِيمً۬ا
“Dan Tuhanmu telah perintahkan, supaya
engkau tidak menyembah melainkan kepadaNya semata-mata danhendaklah engkau
berbuat baik kepada ibu bapa. Jika salah seorang dari keduanya atau
kedua-duanya sekali, sampai kepada umur tua dalam jagaan dan peliharaanmu,
maka janganlah engkau berkata kepada mereka (sebarang perkataan kasar)
sekalipun perkataan “Ha” dan janganlah engkau menengking menyergah mereka,
tetapi katakanlah kepada mereka perkataan yang mulia (yang bersopan santun).“. (QS.
Al Isra’: 23).
وَوَصَّيۡنَا
ٱلۡإِنسَـٰنَ بِوَٲلِدَيۡهِ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُ ۥ وَهۡنًا عَلَىٰ وَهۡنٍ۬
وَفِصَـٰلُهُ ۥ فِى عَامَيۡنِ أَنِ ٱشۡڪُرۡ لِى وَلِوَٲلِدَيۡكَ إِلَىَّ
ٱلۡمَصِيرُ
“Dan Kami wajibkan manusia berbuat
baik kepada kedua ibu bapanya; ibunya telah mengandungnya dengan menanggung
kelemahan demi kelemahan (dari awal mengandung hingga akhir menyusunya) dan
tempoh menceraikan susunya ialah dalam masa dua tahun; (dengan yang demikian)
bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua ibubapamu; dan (ingatlah), kepada Akulah
jua tempat kembali (untuk menerima balasan).”(QS. Luqman : 14).
Berkata Ibnu Abbas mudah-mudahan Allah
meridhoinya, “Tiga ayat dalam Al Qur’an yang saling berkaitan dimana tidak
diterima salah satu tanpa yang lainnya, kemudian Allah menyebutkan diantaranya
firman Allah SWT.: “bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua ibubapamu“,
Berkata beliau. “Maka, barangsiapa yang bersyukur kepada Allah akan tetapi
dia tidak bersyukur pada kedua ibubapanya, tidak akan diterima (rasa syukurnya)
dengan sebab itu.”.
Berkaitan dengan ini, Rasulullah SAW. bersabda:
“Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Rabb
(Allah) ada pada kemurkaan orang tua” (HR. Tirmidzi.
Al Mughirah bin Syu’bah – mudah-mudahan Allah
meridhainya – meriwayatkan daripada i Nabi SAW. beliau bersabda: “Sesungguhnya
Allah mengharamkan atas kalian mendurhakai para Ibu, mengubur hidup-hidup anak
perempuan, dan tidak mahu memberi tetapi meminta-minta (bakhil) dan Allah
membenci atas kalian (mengatakan) katanya si fulan begini si fulan berkata
begitu (tanpa diteliti terlebih dahulu), banyak bertanya (yang tidak
bermanfaat), dan membuang-buang harta“. (HR Muslim)
3. Keutamaan Birrul Walidain
1. أَحَبُّ
اْلأَعْمَالِ إِلَى اللهِ بَعْدَ الصَّلاَةِ (amal yang paling dicintai disisi
Allah SWT selepas Solat) (Sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan oleh
Abdir Rahman Abdillah Ibni Mas’ud ra “Aku pernah bertanya kepada Nabi SAW
amal apa yang paling di cintai disisi Allah ?” Rasulullah bersabda “Solat
tepat pada waktunya”. Kemudian aku tanya lagi “Apa lagi selain itu ?”
bersabda Rasulullah “Berbakti kepada kedua orang tua” Aku tanya lagi
“ Apa lagi ?”. Jawab Rasulullah “Jihad dijalan Allah”. (HR.
Bukhari dan Muslim)
Ini tidak beerti jika melakukan Solat tepat
pada waktu dan jihad fisabilillah menafikan kewajipan birrul walidain kerana
Rasulullah SAW. pernah menolak permohonan salah seorang sahabat untuk jihad
fisabilillah kerana masalah hubungan dengan kedua ibu bapanya. Lantas
Rasulullah SAW. memerintahkan beliau segera pulang menyelesaikan permasalahan
tersebut dahulu.
2. مُسْتَجَابُ
الدَّعْوَةِ (doa mereka
mustajab)
Di antara buktinya adalah kisah ulama besar
hadits yang sudah ma’ruf di tengah-tengah kaum muslimin, Imam
Bukhari rahimahullah. Beliau buta sewaktu kecil lalu ibunya seringkali
berdoa agar Allah SWT. memulihkan penglihatan beliau.
Suatu malam di dalam mimpi, ibunya melihat Nabi
Allah, al-Khalil, Ibrahim ‘alaihis salam yang berkata kepadanya, ‘Wahai wanita,
Allah telah mengembalikan penglihatan anakmu karena begitu banyaknya kamu
berdoa.”
Pada pagi harinya, ia melihat anaknya dan
ternyata benar, Allah telah mengembalikan penglihatannya.
Hal di atas menunjukkan benarnya sabda Rasul
kita shallallahu ‘alaihi wa sallam akan manjurnya do’a orang tua pada anaknya.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ
دَعَوَاتٍ لاَ تُرَدُّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ ، وَدَعْوَةُ الصَّائِمِ وَدَعْوَةُ
الْمُسَافِرِ
“Tiga doa yang tidak tertolak yaitu doa
orang tua, doa orang yang berpuasa dan doa seorang musafir.”
3. سَبَبُ نُزُوْلِ
الرَّحْمَةِ (sebab turunnya
rahmat)
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin rezkinya diperluas, dan agar
usianya diperpanjang (dipenuhi berkah), hendaknya ia menjaga tali
silaturahim.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Bukan berarti
membalas budi kerana jasa mereka tidak mungkin terbalas
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
“Seorang anak tidak akan dapat membalas budi
baik ayahnya, kecuali bila ia mendapatkan ayahnya sebagai hamba, lalu dia
merdekakan.” (HR. Muslim)
5. Al ummu
hiya ahaqu suhbah (prioriti untuk mendapat perlakuan yang
lebih dekat dari kedua orang tua ialah ibu)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu ia
berkata, “Datang seseorang kepada Rasulullah SAW. dan berkata,’Wahai
Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali ? Nabi
SAW. menjawab, ’Ibumu! Orang tersebut kembali bertanya, ’Kemudian siapa
lagi ? Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu! Ia bertanya lagi, ’Kemudian siapa
lagi?’ Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu!, Orang tersebut bertanya kembali,
‘Kemudian siapa lagi, ’Nabi SAW. menjawab, Bapakmu ” (HR.
Bukhari dan Muslim)
6. Taat kepada
orang tua adalah salah satu penyebab masuk Syurga.
Rasulullah SAW. bersabda, “Sungguh
kasihan, sungguh kasihan, sungguh kasihan.” Salah seorang sahabat bertanya,
“Siapa yang kasihan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang sempat
berjumpa dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara
keduanya, saat umur mereka sudah tua, namun tidak dapat membuatnya masuk Surga.”
(HR. Muslim)
7. Durhaka kepada
orang tua, termasuk dosa besar yang terbesar.
Dari Abu Bakrah diriwayatkan bahwa
Rasulullah SAW. bersabda, “Mahukah kalian kuberitahukan dosa besar
yang terbesar?” Para Sahabat menjawab, “Tentu mahu, wahai
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.” Beliau bersabda, “Berbuat syirik
kepada Allah, dan durhaka terhadap orang tua.” Kemudian, sambil bersandar,
beliau bersabda lagi, “..ucapan dusta, persaksian palsu..” Beliau terus
meneruskan mengulang sabdanya itu, sampai kami (para Sahabat) berharap beliau
segera terdiam. (HR Bukhari dan Muslim)
8. Merupakan Sebab Bertambahnya Umur
Diantarnya hadit yang diriwayatkan oleh Anas
bin Malik mudah-mudahan Allah meridhoinya, dia berkata, Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda : “Barangsiapa yang suka Allah besarkan
rizkinya dan Allah panjangkan umurnya, maka hendaklah dia menyambung
silaturrahim”.
4. Melaksanakan Birrul
Walidain
q Semasa Mereka
Masih Hidup
1.
Mentaati Mereka Selama Tidak Mendurhakai Allah
Mentaati kedua
orang tua hukumnya wajib atas setiap Muslim. Haram hukumnya mendurhakai
keduanya. Tidak diperbolehkan sedikit pun mendurhakai mereka berdua kecuali
apabila mereka menyuruh untuk menyekutukan Allah atau mendurhakai-Nya.
Allah Subhanahu wa TA’ala berfirman: “Dan jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya…” (QS.
Luqman: 15)
Tidak boleh mentaati makhluk untuk mendurhakai
Allah, Penciptanya, sebagaimana sabda Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak ada ketaatan untuk mendurhakai Allah. Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam melakukan kebaikan.” (HR. Bukhari no. 4340, 7145, 7257, dan Muslim no. 1840, dari Ali radhiyallahu ‘anhu)
“Tidak ada ketaatan untuk mendurhakai Allah. Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam melakukan kebaikan.” (HR. Bukhari no. 4340, 7145, 7257, dan Muslim no. 1840, dari Ali radhiyallahu ‘anhu)
Adapun jika bukan dalam perkara yang
mendurhakai Allah, wajib mentaati kedua orang tua selamanya dan ini termasuk
perkara yang paling diwajibkan. Oleh karena itu, seorang Muslim tidak boleh
mendurhakai apa saja yang diperintahkan oleh kedua orang tua.
Sa’ad bin Abi Waqas – semoga Allah merahmatinya – menerapkan bagaiman konteks Birrul Walidain mempertahankan keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Saat ibunya mengetahui bahwa Sa’ad memeluk agama Islam, ibunya mempengaruhi dia agar keluar dari Islam sedangkan Sa’ad terkenal sebagai anak muda yang sangat berbakti kepada orang tuanya. Ibunya sampai mengancam kalau Sa’ad tidak keluar dari Islam maka ia tidak akan makan dan minum sampai mati. Dengan kata-kata yang lembut Sa’ad merayu ibunya “ Jangan kau lakukan hal itu wahai Ibunda, tetapi saya tidak akan meninggalkan agama ini walau apapun gantinya atau risikonya”.
Sa’ad bin Abi Waqas – semoga Allah merahmatinya – menerapkan bagaiman konteks Birrul Walidain mempertahankan keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Saat ibunya mengetahui bahwa Sa’ad memeluk agama Islam, ibunya mempengaruhi dia agar keluar dari Islam sedangkan Sa’ad terkenal sebagai anak muda yang sangat berbakti kepada orang tuanya. Ibunya sampai mengancam kalau Sa’ad tidak keluar dari Islam maka ia tidak akan makan dan minum sampai mati. Dengan kata-kata yang lembut Sa’ad merayu ibunya “ Jangan kau lakukan hal itu wahai Ibunda, tetapi saya tidak akan meninggalkan agama ini walau apapun gantinya atau risikonya”.
Sehubungan dengan peristiwa itu, Allah
menurunkan ayat:
“Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
maka janganlah kamu mengikuti keduanya…” (QS. Luqman: 15)
Tidak bosan-bosannya Sa’ad menjenguk ibunya dan
tetap berbuat baik kepadanya serta menegaskan hal yang sama dengan lemah lembut
sampai suatu ketika ibunya menyerah dan menghentikan mogok makannya.
2. Berbakti dan Merendahkan
Diri di Hadapan Kedua Orang Tua
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tua ibu bapanya…” (QS. Al-Ahqaaf: 15)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tua ibu bapanya…” (QS. Al-Ahqaaf: 15)
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang
tua ibu bapa…” (QS. An-Nisaa’: 36)
Perintah berbuat baik ini lebih ditegaskan jika
usia kedua orang tua semakin tua dan lanjut hingga keadaan mereka melemah dan
sangat memerlukan bantuan dan perhatian daripada anaknya.Abu Bakar As Siddiq
ra. adalah sahabat Rasulullah SAW yang patut ditauladani dalam berbaktinya
terhadap orang tua. Disaat orang tuanya telah memasuki usia yang sangat udzur,
beliau masih melayan bapanya dengan lemah lembut dan tidak pernah putus asa
untuk mengajak ayahnya beriman kepada Allah. Penantian beliau yang cukup lama
berakhir apabila ayahnya menerima tawaran untuk beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya.Allah berfirman dalam QS. 14 : 40 – 41 ayat yang do’a agar anak, cucu
dan seluruh anggota keluarganya menjadi orang-orang yang muqiimas
Solat (mendirikan Solat) dan diampuni dosa-dosanya. Ayat ini merupakan
suatu kemuliaan yang diberikan Allah SWT kepada kelurga Abu Bakar As Siddiq ra.
3. Merendahkan Diri Di Hadapan
Keduanya
Tidak boleh
mengeraskan suara melebihi suara kedua orang tua atau di hadapan mereka berdua.
Tidak boleh juga berjalan di depan mereka, masuk dan keluar mendahului mereka,
atau mendahului urusan mereka berdua. Rendahkanlah diri di hadapan mereka
berdua dengan cara mendahulukan segala urusan mereka, membentangkan dipan untuk
mereka, mempersilakan mereka duduk di tempat yang empuk, menyodorkan bantal,
janganlah mendului makan dan minum, dan lain sebagainya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kami jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: ‘Wahai, Rabb-ku, kasihilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (QS. Al-Israa’: 23-24)
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kami jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: ‘Wahai, Rabb-ku, kasihilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (QS. Al-Israa’: 23-24)
4. Berbicara Dengan Lembut Di
Hadapan Mereka
Berbicara
dengan lembut merupakan kesempurnaan bakti kepada kedua orang tua dan
merendahkan diri di hadapan mereka. Oleh karena itu, berbicaralah kepada mereka
berdua dengan ucapan yang lemah lembut dan baik serta dengan lafazh yang bagus.
Nabi Ibrahim
‘alaihiisalam mempunyai ayah yang bernama Azar yang aqidah-nya
menyalahi dengan Nabi Ibrahim ‘alaihiisalam tetapi tetap menunjukan birrul
walidain yang dilakukan seorang anak kepada bapaknya. Dalam menegur ayahnya
beliau menggunakan kata-kata yang mulia dan ketika mengajak ayahnya agar
kejalan yang lurus dengan kata-kata yang lembut sebagaimana dikisahkan Allah
pada QS. 19 : 41-45.
5. Menyediakan Makanan Untuk
Mereka
Menyediakan
makanan juga termasuk bakti kepada kedua orang tua, terutama jika ia memberi
mereka makan dari hasil jerih payah sendiri. Jadi, sepantasnya disediakan untuk
mereka makanan dan minuman terbaik dan lebih mendahulukan mereka berdua
daripada dirinya, anaknya, dan istrinya.
Dari Anas bin Nadzr al-Asyja’i, beliau bercerita, suatu malam ibu dari sahabat Ibnu Mas’ud meminta air minum kepada anaknya. Setelah Ibnu Mas’ud datang membawa air minum, ternyata si Ibu sudah tidur. Akhirnya Ibnu Mas’ud berdiri di dekat kepala ibunya sambil memegang bekas berisi air tersebut hingga pagi. (Diambil dari kitab Birrul walidain, karya Ibnu Jauzi)
Dari Anas bin Nadzr al-Asyja’i, beliau bercerita, suatu malam ibu dari sahabat Ibnu Mas’ud meminta air minum kepada anaknya. Setelah Ibnu Mas’ud datang membawa air minum, ternyata si Ibu sudah tidur. Akhirnya Ibnu Mas’ud berdiri di dekat kepala ibunya sambil memegang bekas berisi air tersebut hingga pagi. (Diambil dari kitab Birrul walidain, karya Ibnu Jauzi)
6. Meminta Izin Kepada Mereka
Sebelum Berjihad dan Pergi Untuk Urusan Lainnya
Izin kepada orang tua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan. Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya: “Ya, Raslullah, apakah aku boleh ikut berjihad?” Beliau balik bertanya: “Apakah kamu masih mempunyai kedua orang tua?” Laki-laki itu menjawab: “Masih.” Beliau bersabda: “Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada keduanya.” (HR. Bukhari no. 3004, 5972, dan Muslim no. 2549, dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu)
Izin kepada orang tua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan. Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya: “Ya, Raslullah, apakah aku boleh ikut berjihad?” Beliau balik bertanya: “Apakah kamu masih mempunyai kedua orang tua?” Laki-laki itu menjawab: “Masih.” Beliau bersabda: “Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada keduanya.” (HR. Bukhari no. 3004, 5972, dan Muslim no. 2549, dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu)
7. Memberikan Harta Kepada
Orang Tua Menurut Jumlah Yang mereka Inginkan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata: “Ayahku ingin mengambil hartaku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kamu dan hartamu milik ayahmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata: “Ayahku ingin mengambil hartaku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kamu dan hartamu milik ayahmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Oleh sebab itu, hendaknya seseorang jangan
bersikap bakhil (kikir) terhadap orang yang menyebabkan keberadaan dirinya,
memeliharanya ketika kecil dan lemah, serta telah berbuat baik kepadanya.
8. Membuat Keduanya Ridha
Dengan Berbuat Baik Kepada Orang-orang yang Dicintai Mereka
Hendaknya seseorang membuat kedua orang tua ridha dengan berbuat baik kepada para saudara, karib kerabat, teman-teman, dan selain mereka. Yakni, dengan memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan janji-janji (orang tua) kepada mereka. Akan disebutkan nanti beberapa hadits yang berkaitan dengan masalah ini.
Hendaknya seseorang membuat kedua orang tua ridha dengan berbuat baik kepada para saudara, karib kerabat, teman-teman, dan selain mereka. Yakni, dengan memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan janji-janji (orang tua) kepada mereka. Akan disebutkan nanti beberapa hadits yang berkaitan dengan masalah ini.
9. Memenuhi Sumpah Kedua Orang
Tua
Apabila kedua orang tua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara tertentu yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk hak mereka.
Apabila kedua orang tua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara tertentu yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk hak mereka.
10. Tidak Mencela Orang Tua
atau Tidak Menyebabkan Mereka Dicela Orang Lain
Mencela orang tua dan menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela orang tuanya.” Para Sahabat bertanya: “Ya, Rasulullah, apa ada orang yang mencela orang tuanya?” Beliau menjawab: “Ada. Ia mencela ayah orang lain kemudian orang itu membalas mencela orang tuanya. Ia mencela ibu orang lain lalu orang itu membalas mencela ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mencela orang tua dan menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela orang tuanya.” Para Sahabat bertanya: “Ya, Rasulullah, apa ada orang yang mencela orang tuanya?” Beliau menjawab: “Ada. Ia mencela ayah orang lain kemudian orang itu membalas mencela orang tuanya. Ia mencela ibu orang lain lalu orang itu membalas mencela ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Perbuatan ini
merupakan perbuatan dosa yang paling buruk. Orang-orang sering bergurau dan
bercanda dengan melakukan perbuatan yang sangat tercela ini. Biasanya perbuatan
ini muncul dari orang-orang rendahan dan hina. Perbuatan seperti ini termasuk
dosa besar sebagaimana yang telah disebutkan
q Apabila Mereka
Meninggal Dunia (بَعْدَ
وَفَاتِهِمَا)
1. Mensolati/Berdo’a terhadap Keduanya
Maksud menshalati di sini adalah mendo’akan keduanya. Yakni, setelah keduanya meninggal dunia, karena ini termasuk bakti kepada mereka. Oleh karena itu, seorang anak hendaknya lebih sering mendo’akan kedua orang tuanya setelah mereka meninggal daripada ketika masih hidup. Apabila anak itu mendo’akan keduanya, niscaya kebaikan mereka berdua akan semakin bertambah. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi SAW bersabda, “Apabila manusia sudah meninggal, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akan dirinya.” (HR. Muslim)
Maksud menshalati di sini adalah mendo’akan keduanya. Yakni, setelah keduanya meninggal dunia, karena ini termasuk bakti kepada mereka. Oleh karena itu, seorang anak hendaknya lebih sering mendo’akan kedua orang tuanya setelah mereka meninggal daripada ketika masih hidup. Apabila anak itu mendo’akan keduanya, niscaya kebaikan mereka berdua akan semakin bertambah. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi SAW bersabda, “Apabila manusia sudah meninggal, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akan dirinya.” (HR. Muslim)
2. Beristighfar Untuk Mereka
Berdua
Orang tua
adalah orang yang paling utama bagi seorang Muslim untuk dido’akan agar Allah
mengampuni mereka karena kebaikan mereka karena kebaikan mereka yang besar.
Allah Subhanahu wa TA’ala menceritakan kisah Ibrahim Alaihissalam dalam
Al-Qur’an:
“Ya, Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku…” (QS. Ibrahim: 41)
“Ya, Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku…” (QS. Ibrahim: 41)
3. Menunaikan Janji/Wasiat
Kedua Orang Tua
Hendaknya seseorang menunaikan wasiat kedua
orang tua dan melanjutkan secara berkesinambungan amalan-amalan kebaikan yang
dahulu pernah dilakukan keduanya. Sebab, pahala akan terus mengalir kepada
mereka berdua apabila amalan kebaikan yang dulu pernah dilakukan dilanjutkan
oleh anak mereka.
4. Memuliakan Teman Kedua Orang Tua
Memuliakan teman kedua orang tua juga termasuk berbuat baik pada orang tua, sebagaimana yang telah disebutkan. Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu pernah berpapasan dengan seorang Arab Badui di jalan menuju Makkah. Kemudian, Ibnu Umar mengucapkan salam kepadanya dan mempersilakannya naik ke atas keledai yang ia tunggangi. Selanjutnya, ia juga memberikan sorbannya yang ia pakai. Ibnu Dinar berkata: “Semoga Allah memuliakanmu. Mereka itu orang Arab Badui dan mereka sudah biasa berjalan.” Ibnu Umar berkata: “Sungguh dulu ayahnya teman Umar bin al-Khaththab dan aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya bakti anak yang terbaik ialah seorang anak yang menyambung tali persahabatan dengan keluarga teman ayahnya setelah ayahnya tersebut meninggal.” (HR. Muslin no. 2552 dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu)
4. Memuliakan Teman Kedua Orang Tua
Memuliakan teman kedua orang tua juga termasuk berbuat baik pada orang tua, sebagaimana yang telah disebutkan. Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu pernah berpapasan dengan seorang Arab Badui di jalan menuju Makkah. Kemudian, Ibnu Umar mengucapkan salam kepadanya dan mempersilakannya naik ke atas keledai yang ia tunggangi. Selanjutnya, ia juga memberikan sorbannya yang ia pakai. Ibnu Dinar berkata: “Semoga Allah memuliakanmu. Mereka itu orang Arab Badui dan mereka sudah biasa berjalan.” Ibnu Umar berkata: “Sungguh dulu ayahnya teman Umar bin al-Khaththab dan aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya bakti anak yang terbaik ialah seorang anak yang menyambung tali persahabatan dengan keluarga teman ayahnya setelah ayahnya tersebut meninggal.” (HR. Muslin no. 2552 dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu)
5. Menyambung Tali Silaturahim Dengan Kerabat
Ibu dan Ayah
Hendaknya seseorang menyambung tali silaturahim dengan semua kerabat yang silsilah keturunannya bersambung dengan ayah dan ibu, seperti paman dari pihak ayah dan ibu, bibi dari pihak ayah dan ibu, kakek, nenek, dan anak-anak mereka semua. Bagi yang melakukannya, berarti ia telah menyambung tali silaturahim kedua orang tuanya dan telah berbakti kepada mereka. Hal ini berdasarkan hadits yang telah disebutkan dan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barang siapa ingin menyambung silaturahim ayahnya yang ada di kuburannya, maka sambunglah tali silaturahim dengan saudara-saudara ayahnya setelah ia meninggal.” (HR. Ibnu Hibban no. 433 dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu. Hadits ini tertera dalam kitab Shahiihul Jaami’ no. 5960)
Hendaknya seseorang menyambung tali silaturahim dengan semua kerabat yang silsilah keturunannya bersambung dengan ayah dan ibu, seperti paman dari pihak ayah dan ibu, bibi dari pihak ayah dan ibu, kakek, nenek, dan anak-anak mereka semua. Bagi yang melakukannya, berarti ia telah menyambung tali silaturahim kedua orang tuanya dan telah berbakti kepada mereka. Hal ini berdasarkan hadits yang telah disebutkan dan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barang siapa ingin menyambung silaturahim ayahnya yang ada di kuburannya, maka sambunglah tali silaturahim dengan saudara-saudara ayahnya setelah ia meninggal.” (HR. Ibnu Hibban no. 433 dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu. Hadits ini tertera dalam kitab Shahiihul Jaami’ no. 5960)
Rasulullah SAW. yang telah ditinggal ayahnya
Abdullah kerana meninggal dunia saat Rasulullah SAW. masih dalam kandungan
ibunya Aminah. Dalam pendidikan birrul walidain ibunya mengajak Rasulullah
ketika berusia enam (6) tahun untuk berziarah kemakam ayahnya dengan perjalanan
yang cukup jauh. Dalam perjalanan pulang ibunda beliau jatuh sakit tepatnya
didaerah Abwa hingga akhirnya meninggal dunia. Setelah itu
Rasulullah diasuh oleh pamannya Abdul Thalib, beliau menunjukan sikap yang
mulia kepada pamannya walaupun aqidah pamannya berbeda dengan Rasulullah. Dan
Rasulullah SAW. berbakti pula kepada pengasuhnya yang bernama Sofiah binti Abdil
Mutthalib.
5. Contoh/cerita
Para Nabi/Ulama
Kisah-kisah Para Nabi & sahabat Rasulullah
SAW dalam mempraktekan Birrul Walidain.
·
Kisah Nabi Ibrahim As
Nabi Ibrahim As mempunyai ayah yang bernama
Azar yang aqidah-nya berseberangan dengan Nabi Ibrahim As tetapi tetap
menunjukan birrul walidain yang dilakukan seorang anak kepada bapaknya. Dalam
menegur ayahnya beliau menggunakan kata-kata yang mulia dan ketika mengajak
ayahnya agar kejalan yang lurus dengan kata-kata yang lembut sebagaimana
dikisahkan Allah pada Qs. 19 : 41-45.
·
Kisah Rasulullah SAW
Rasulullah SAW yang telah ditinggal ayahnya
Abdullah karena meninggal dunia saat Rasulullah masih dalam kandungan ibunya
Aminah. Dalam pendidikan birrul walidain ibunya mengajak Rasulullah ketika
berusia 6 tahun untuk berziarah kemakam ayahnya dengan perjalanan yang cukup
jauh. Dalam perjalanan pulang ibunda beliau jatuh sakit tepatnya didaerah Abwa
hingga akhirnya meninggal dunia. Setelah itu Rasulullah diasuh oleh pamannya
Abdul Thalib, beliau menunjukan sikap yang mulia kepada pamannya walaupun
aqidah pamannya berbeda dengan Rasulullah. Dan Rasulullah berbakti pula kepada
bibinya yang bernama Sofiah binti Abdil Mutthalib.
·
Kisah Abu Bakar As Siddiq ra
Abu Bakar As Siddiq ra adalah sahabat
Rasulullah SAW yang patut ditauladani dalam berbaktinya terhadap orang tua.
Disaat orang tuanya telah memasuki usia yang sangat udzur, bukan hanya
perkataan yang lemah lembut lagi mulia dan sikap yang baik melainkan juga
beliau dapat mengajak bapaknya yakni Abu Khuwafah untuk beribadah kepada Allah
SWT dan mengakui Islam sebagai pedoman hidupnya dan hal ini dinanti oleh Abu
Bakar dengan cukup lama. Allah berfirman dalam QS 14 : 40 – 41 ayat yang do’a
agar anak, cucu dan seluruh anggota keluarganya menjadi orang-orang yang
muqiimas shalat (mendirikan shalat) dan diampuni dosa-dosanya. Ayat ini
merupakan suatu kemuliaan yang diberikan Allah SWT kepada kelurga Abu Bakar As
Siddiq ra.
·
Kisah Sa’ad Bin Abi Waqas ra
Sa’ad bin Abi Waqas ra menerapkan bagaiman
konteks Birrul Walidain mempertahankan keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Saat ibunya mengetahui bahwa Sa’ad memeluk agama Islam, ibunya mempengaruhi dia
agar keluar dari Islam sedangkan Sa’ad terkenal sebagai anak muda yang sangat
berbakti kepada orang tuanya. Ibunya sampai mengancam kalau Sa’ad tidak keluar
dari Islam maka ia tidak akan makan dan minum sampai mati. Dengan kata-kata
yang lembut Sa’ad merayu ibunya “ Jangan Kau lakukan hal itu wahai Ibunda,
tetapi saya tidak akan meninggalkan agama ini walau apapun gantinya atau resikonya”.
Tidak bosan-bosannya Sa’ad menjenguk ibunya dan tetap berbuat baik kepadanya
serta menegaskan hal yang sama dengan lemah lembut sampai suatu ketika ibunya
menyerah dan menghentikan mogok makannya. Kisah ini juga merupakan asbabun
nujul turunnya ayat Qs 31 : 15. Ketika seorang anak berbakti kepada orang tua
merupakan suatu bakti yang tidak hanya sekedar didunia tetapi juga di yaumil
akhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar